Selasa, 02 Juni 2009

Kamis, 07 Mei 2009

KERAMIK

MEMBUAT KERAMIK

Tapip Bahtiar
(disarikan dari Studio Keramik PPPPTK Seni dan Budaya

Keramik merupakan salah satu karya yang dapat digolongkan kepada seni kriya. Kriya ini telah ada dan dikenal sejak zaman prasejarah dengan sebutan gerabah. Secara perlahan karya yang terbuat dari tanah liat ini mengalami perkembangan, baik dari bahan, cara pengolahan, desain, dan fungsi dari keramik itu sendiri. Akan tetapi prinsip pembuatan keramik pada dasarnya sama yaitu mengolah bahan/tanah liat, membentuk, memberikan hiasan, mengeringkan, dan membakar. Daerah yang terkenal dengan seni kriya keramik antara lain Plered di Jawa Barat dan Kasongan di Jawa Tengah.
Pada masa sekarang ini membuat keramik memerlukan teknik-teknik yang khusus dan unik, Hal ini karena adanya kemajuan teknologi pengolahan, bahan, maupun fungsi keramik. Oleh karena itu pembuatan karya kriya keramik diperlukan pertimbangan–pertimbangan dan perhitungan yang matang. Proses awal yang diperhitungkan dan dikerjakan dengan baik, akan menghasilkan produk yang baik juga. Demikian sebaliknya, kesalahan di tahapan awal proses akan mengasilkan produk yang kurang baik juga. Tahap-tahap membuat produk keramik adalah sebagai berikut :


1. Pengolahan bahan

Proses pengolahan bahan baku untuk pembuatan keramik dapat dilakukan dengan teknik basah maupun kering, dengan cara manual ataupun masinal. Tahapan yang harus dilakukan antara lain :
• Pengurangan ukuran butir, dilakukan dengan penumbukan atau penggilingan dengan ballmill.
• Penyaringan, dimaksudkan untuk memisahkan material dengan ukuran yang tidak seragam, diukur dengan ukuran mesh. Biasanya yang lazim digunakan adalah 60 – 100 mesh.
• Pencampuran, bertujuan untuk mendapatkan campuran bahan yang homogen/seragam.
• Pengadukan (mixing), dapat dilakukan dengan cara manual maupun masinal dengan blunger maupun mixer.
• Pengurangan kadar air dilakukan pada proses basah, dimana hasil campuran bahan yang berwujud lumpur dilakukan proses lanjutan, yaitu pengentalan untuk mengurangi jumlah air yang terkandung sehingga menjadi badan keramik plastis. Proses ini dapat dilakukan dengan diangin-anginkan diatas meja gips atau dilakukan dengan alat filterpress.
• Tahap terakhir adalah pengulian, yaitu menghomogenkan massa badan tanah liat dan membebaskan gelembung-gelembung udara, kemudian diperam agar didapatkan keplastisan yang maksimal.


2. Pembentukan

Tahap pembentukan adalah tahap membentuk benda yang dikehendaki yang dimulai dari bongkahan tanah hingga menjadi benda keramik. Untuk proses pembentukan terdapat tiga teknik utama, yaitu pembentukan tangan langsung (handbuilding), teknik putar (throwing), dan teknik cetak (casting).

• Teknik pembentukan tangan langsung, yang dikenal selama ini adalah dengan cara : teknik pijit (pinching), teknik pilin (coiling), dan teknik lempeng (slabbing).
• Teknik pembentukan papan putar, adalah proses pembentukan keramik yang dibantu dengan media papan putar sebagai alas membentuk keramik. Benda yang dapat dibuat pada papan putar adalah benda keramik yang bersipat memiliki bentuk dasar selinder (pot, jambangan, guci dan lain-lain). Sekalipun papan putar dapat dipakai untuk membentuk benda keramik lainnya sebatas untuk memudahkan pembuat agar tidak sering berpindah tempat atau pandangan. Teknik papan putar merupakan kekhasan dalam kerajinan keramik. Karena teknik ini mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Teknik ini dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit tanah liat diatas tempat yang bisa diputar. Salah satu tangan pengrajin akan berada disisi dalam sementara yang lainnya berada diluar. Dengan memutar alas tersebut, otomatis tanah yang ada diatas akan membentuk silinder dengan besaran diameter dan ketebalan yang diatur melalui proses penekanan dan penarikan tanah yang ada pada kedua telapak tangan pembuat. Jika dirinci proses membentuk keramik melalui media papan putar terdiri dari: centering (pemusatan), coning (pengerucutan), forming (pembentukan), rising (membuat ketinggian benda), refining the contour (merapikan).
• Teknik pembentukan mencetak, adalah proses pembuatan keramik dengan menggunakan bantuan cetakan (mold) dengan model/desain telah dibentuk sebelumnya. Umumnya cetakan dibuat dari bahan gipsum. Teknik cetak dapat dilakukan dengan 2 cara: cetak padat dan cetak tuang (slip). Pada teknik cetak padat bahan baku yang digunakan adalah badan tanah liat plastis sedangkan pada teknik cetak tuang bahan yang digunakan berupa tanah liat slip/lumpur. Keunggulan dari teknik cetak ini adalah benda yang diproduksi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama persis.


3. Proses Pengeringan

Setelah benda keramik selesai dibentuk, maka tahap selanjutnya adalah pengeringan. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghilangkan kadar plastis pada bahan keramik. Pada pengeringan ini terdapat tiga proses penting:
• Air pada lapisan antar partikel lempung mendifusi ke permukaan, menguap, sampai akhirnya partikel-partikel saling bersentuhan dan penyusutan berhenti.
• Air dalam pori hilang tanpa terjadi susut.
• Air yang terserap pada permukaan partikel hilang.

Tahap-tahap ini harus dilakukan secara lambat untuk menghindari retak (cracking). Karena proses yang terlalu cepat akan mengakibatkan keretakkan yang dikarenakan hilangnya air secara tiba-tiba tanpa diimbangi penataan partikel tanah liat secara sempurna. Untuk menghindari pengeringan yang terlalu cepat, pada tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu kamar. Setelah tidak terjadi penyusutan, pengeringan dengan sinar matahari langsung atau mesin pengering.

4. Proses Pembakaran

Pembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik dimana proses ini mengubah massa yang rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan dalam sebuah tungku (furnace) bersuhu tinggi. Tanah liat sebagai bahan baku utama untuk pembuatan benda keramik akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi menjadi keramik yang keras dan padat yang tidak dapat hancur oleh air. Secara umum pembakaran bahan tanah liat untuk membuat benda keramik dibedakan menjadi: Earthenware yaitu yang pembakarannya berkisar 9000C-11800C, Stoneware yaitu yang pembakarannya sekitar 12000C-13000C, dan Porselin yaitu yang pembakarannya berkisar 12500C-14600C.
Proses pembakaran merupakan proses merubah benda mentah (greenware) menjadi benda keramik, mematangkan glasir, maupun mematangkan dekorasi glasir. Selain itu dalam proses pembakaran benda keramik juga dikenal dengan istilah pembakaran tunggal (single firing), yaitu proses pembakaran badan benda keramik sekaligus pembakaran glasir, dalam hal ini pengglasiran dilakukan pada benda keramik dalam kondisi mentah. Dalam proses pembakaran keramik dikenal pula pembakaran biskuit (bisque) yaitu istilah untuk menyebut benda keramik yang telah dibakar pada kisaran suhu 700 – 1000oC. Pembakaran biskuit merupakan tahap pembakaran jika sebuah keramik akan dilanjutkan dengan proses glasir, sehingga keramik yang akan diglasir cukup kuat dan mampu menyerap glasir secara optimal.


5. Pengglasiran

Sebagaimana digambarkan di atas proses pengglasiran merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan proses pembakaran. Glasir merupakan material yang terdiri dari beberapa bahan tanah atau batuan silikat dimana bahan-bahan tersebut selama proses pembakaran akan melebur dan membentuk lapisan tipis seperti gelas. Jika digunakan pada keramik maka permukaan badan keramik akan terlihat mengkilat dan licin. Glasir terbuat dari kombinasi (pormula) yang seimbang dari satu atau lebih oksida basa (Flux) yang berfungsi sebagai unsur pelebur/peleleh, Oksida Asam (Silika) sebagai unsur pembentuk gelas/kaca, dan Oksida Netral (Alumina) berfungsi sebagai unsur pengeras. Ketiga bahan tersebut merupakan bahan dasar pembuatan glasir yang dapat disusun dengan kompoisisi sesuai dengan rencana suhu pembakaran yang dikehendaki.
Penggunaan glasir dapat dilakukan pada keramik biskuit yaitu keramik yang sudah mengalami pembakaran tahap pertama. Proses pengglasirannya dapat dilakukan dengan cara dicelup, dituang, disemprot, atau dikuas. Untuk benda-benda kecil-sedang pelapisan glasir dilakukan dengan cara dicelup dan dituang; untuk benda-benda yang besar pelapisan dilakukan dengan penyemprotan. Setelah diglasir maka keramik dibakar seuai dengan suhu kadar glasir yang digunakan. Biasanya glasir untuk bakaran rendah dibakar pada suhu 1300 °C. Fungsi glasir pada produk keramik adalah untuk menambah keindahan, supaya lebih kedap air, dan menambahkan efek-efek tertentu sesuai keinginan.

SISWA DAN TI

siswa dan teknologi informasi sama dengan kemajuan dan kehancuran moral.Betapa hebatnya TI memberikan wawasan pengetahuan dan ilmu tentang dunia ini kepada lapisan masyarakat sekolah/siswa terutama di perkotaan dan memiliki cukup modal.Mau ilmu atau pengetahuan apa?, Ilmu maksiat, ilmu hitam, ilmu putih,merah atau abu-abu hingga yang agamis ada. Akan tetapi dampak yang lebih dahsyat lagi dari informasi yang ditangkapnya adalah budaya yang tidak terseleksi dengan baik bagi anak bangsa artinya belum cukup umur untuk mengetahuinya. Bagi sebagian masyarakat tabu. Sungguh yang tampil budaya barat yang nota bene memiliki ruang bebas dalam hal menterjemahkan dan menafsirkan sex dikalangan orang tua atau dikalangan remaja-siswa, sekalipun dikita juga didalamnya sama saja. Sok bayangkan, Siswa SD sekarang ini sudah melihat adegan suami istri, siswa SMP bukan melihat lagi, ia sudah ingin coba-coba, gimana yang SMA, jangan-jangan bukan coba-coba lagi. Wallohu, hibur saja hati dan perasaan kita bahwa yang begitu tidak semuanya atau yang begitu hanya sedikit saja. Akankah kita di rumah mampu mengendalikan dan melawan arus era teknologi informasi ini hanya dengan berpangku tangan atau pura-pura tidak tahu?. Mangga.

KISAH SEDIH PENDIDIKAN KITA

Kisah sedih di hari UN yang slalu menimpaku
Kutakut ini kan ku bawa sampai kubur

..... gini aja deh! pokoknya abis-abisan buruknya poto pendidikan kita. kenapa? yang namanya ujian akhir dilaksanakan secara kolektif atau nasional sipatnya. Ujung-ujungnya menebar ketidak beresan dan mempersiapkan generasi yang hancur lebur (generasi penuh kebohongan). sekalipun kata pak mentri pendidikan kita sedang menjembatani untuk menuju dan menciptakan manusia yang memiliki kejujuran, intelektual dan atau sikap yang beretika mulia memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Padahal jika lihat yang sebenarnya (kalo punya mata) sedih, sedih deh. Malah apa yang pak mentri katakan adalah sebaliknya. semua palsu, semua semu, semua prihatin dan kerdil rasanya saya sebagai pendidik anak bangsa ini. Pokoe pendek kata saya berharap dan berdoa mudah-mudahan pak mentri teh cepet dibukakan pikiran dan hatinya untuk kembali kepada jalan yang lurus. mengembalikan kepada sistem yang lebih baik, jangan yang sekarang ini. amien kan?

Senin, 04 Mei 2009

SENI RUPA KITA

Seni lukis Modern Indonesia dapat dipastikan keberadaannya merupakan perkembangan dari seni sebelumnya. Zaman prasejarah, zaman Hindu-Budha dan zaman Islam dan sterusnya, hingga lahir seni modern. Secara lambat laun dan kurun waktu yang cukup panjang kesenian terus berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Masyarakat prasejarah kehidupannya yang berpindah-pindah tentu belum memperlihatkan secara khusus dalam berkesenian, akan tetapi puncak dari zaman prasejarah, setelah menetap dan adanya kebutuhan benda-benda yang semakin berkembang dalam kehidupannya maka arah untuk memenuhi kebutuhan tersebut semakin diusahakan dan diwujudkan. Seperti kebutuhan alat-alat rumah tangga maka diwujudkannya melalui media yang tersedia dialam seperti dari batu, kayu, tulang, tanah liat, kulit binatang. Kebutuhan untuk kepercayaan animisme dan dinamisme maka dibuatkanlah perwujudan roh nenek moyang, lukisan manusia, binatang buruan dan bentuk abstrak lainnya. Pendek kata perkembangan suatu kesenian selalu bermula dari tingkatan kesenian yang paling sederhana yang tidak langsung mencapai puncak perkembangan. Perkembangannya mengikuti perubahan zaman dan berdasarkan kurun waktu. Di bidang seni rupa, ditinjau dari perkembangan dan kurun waktunya, sejak zaman prasejarah hingga sekarang, dapat dikelompokkan ke dalam seni primitif, seni klasik, seni tradisional, seni modern, dan seni kontemporer.

Seni primitif merupakan karya seni dari manusia prasejarah yang kehidupannya masih sangat sederhana dan apa adanya. Kesederhanaan inilah barangkali hingga disebut sebagai seni primitif. Mereka masih menghuni goa-goa, hidup berpindah-pindah (nomaden) dan pekerjaannya berburu binatang. Karya seni yang dihasilkan berupa lukisan binatang buruan, lukisan cap-cap tangan yang terdapat pada dinding goa, seperti pada dinding goa Leang-leang di Sulawesi Selatan dan goa-goa di Irian Jaya. Selain karya lukisan, terdapat juga hiasan-hiasan pada alat-alat perburuan berupa hiasan/goresan-goresan. Karya seni yang dibuat merupakan ekspresi perasaan mereka terhadap dunia alam gaib yang merupakan simbol dari perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan takut, senang dan perdamaian. Ciri-ciri lain dari seni primitif yaitu goresannya spontannitas, tanpa perspektif, dan warna-warnanya terbatas pada warna merah, coklat, hitam, dan putih.

Dalam masa perkembangan kesenian terdapat suatu periode dari masa tersebut, kesenian tidak lagi mengalami perkembangan berarti. Kesenian yang dibuat telah mencapai titik puncak yang diinginkan oleh para pelaku kesenian. Sekalipun diupayakan malah cenderung merupakan kemunduran, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masa puncak kesenian tersebut diakui keberadaannya hingga berlanjut pada masyarakat berikutnya. Oleh karena tidak lagi dapat dikembangkan (mandeg) maka kesenian ini disebut seni klasik. Di Nusantara, karya seni klasik dapat dijumpai pada bangunan-bangunandan relief zaman Hindu-Budha. Karya seninya telah mencapai puncak, merupakan acuan yang diakui dari zaman sebelum dan sesudahnya, dan telah berusia cukup tua.

Seni tradisi adalah suatu kesenian yang dihasilkan secara turun-temurun atau kebiasaan berdasarkan norma-norma atau pakem tertentu yang sudah biasa berlaku. Karya seni yang dibuat merupakan pengulangan yang sudah ada dan terikat oleh aturan dan seni tradisi lebih banyak diungkapkan dalam bentuk seni kriya. Kasenian tumbuh di daerah tertentu dan merupakan ciri khas dari daerah tersebut. Oleh karenanya seni tradisi bersifat statis, tidak ada unsur kreatif sebagai ciptaan baru. Karya tradisional di Nusantara dapat dilihat pada lukisan gaya Kamasan Klungkung Bali, kriya wayang kulit Jawa, kriya batik Solo, Yogyakarta, kriya tenun Batak dan sebagainya.

Seni modern merupakan kesenian yang menghasilkan karya-karya baru dan cenderung kepada ungkapan-ungkapan emosi/perasaan dari seniman. Unsur pembaharuan, baik dari segi penggunaan media, teknik berkarya maupun unsur gagasan/ide sesuatu yang mutlak milik seniman. Tidak terikat oleh ruang, waktu dan atau ketentuan lainnya dan yang terpenting unsur kepuasan dan kreativitasnya tertuang.

Seni Kontemporer dalam hal menuangkan ide gagasan dan kreatifitas tidak berbeda dengan seni modern. Akan tetapi seni kontemporer memiliki masa popularitas tertentu sehingga seni ini dapat dikatakan bersifat temporer. Adakalanya seni ini dapat dinikmati pada masa populernya dan apabila sudah lewat maka masyarakat tidak lagi menyukainya. Seni kontemporer di Nusantara berupa lukisan pada tubuh manusia (body painting), seni instalasi, grafity, patung es dan sebagainya.

Jumat, 01 Mei 2009

SENI KRIYA

Tehnik Kerajinan Perak

Banyak orang berpikir bahwa kita bisa memesan kepada tukang perak untuk membuat perhiasan yang kita inginkan. Padahal harus diketahui apakah produk tersebut dibuat dengan tangan atau mesin karena ada beberapa produk yang jauh lebih mudah dan efektif jika dibuat dengan menggunakan mesin ataupun dicetak. Dengan mengetahui klasifikasi produk kerajinan perak berdasarkan tehnik pembuatannya maka akan sangat membantu kita ketika ingin memesan atau membuat suatu perhiasan perak. Berikut jenis-jenis kerajinan perak berdasarkan cara pembuatan.

  • Perak buatan tangan (Handmade)
  • Perak buatan mesin (Machinery)
  • Perak cetakan (Casting)